Menanggapi Pandangan Luas tentang Kredit Karbon Hutan sebagai Kunci Sukses Mitigasi

Di tengah maraknya ketertarikan para investor pada mitigasi iklim berbasis hutan, termasuk kredit karbon hutan dan manfaat yang didapatkan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, telah melahirkan pertanyaan yang menggugah yang muncul dari berbagai perdebatan akhir-akhir ini, dan ini harus ditanggapi secara serius. Demikian pendapat para ahli.

Konservasi hutan adalah cara yang penting untuk mitigasi perubahan iklim, namun isu integritas pada pengalihan karbon hutan-seperti level (tingkat) referensi peningkatan emisi- harus disikapi dengan tujuan untuk mempertahankan integritas dari, dan dukungan untuk- solusi iklim berbasis hutan. Hal ini dikemukakan para ilmuwan pada 9 Mei dalam pertemuan pleno Global Forest Observations Initiative (GFOI-Inisiatif Pengamatan Hutan Global) 2023. Acara sampingan tersebut bertujuan untuk menjawab potensi adanya jebakan, terutama dengan melihat kembali dari pelajaran yang diambil dari CIFOR-ICRAF Global Comparative Study on REDD+ (Studi Perbandingan REDD+ CIFOR-ICRAF), yang berlangsung 14 tahun pada 22 negara.

Pengukuran yang akurat dan transparan, pelaporan dan verifikasi (MRV) emisi adalah bagian yang amat penting dari pasar karbon hutan. Menurut Pham Thu Thuy, bagaimanapun juga, terlalu sedikit penilaian ketat tentang keefektifan REDD+ yang dapat ditemukan. Pham adalah seorang ilmuwan senior yang memimpin tim peneliti tentang perubahan iklim, energi dan pembangunan rendah karbon pada Center for International Forestry Research (CIFOR) dan World Agroforestry (ICRAF).

Menurut dia, hal itu menyebabkan tidak tersedianya panduan jelas tentang praktik-praktik implementasi yang baik.

Reformasi metodologi untuk membangun dan mengukur tingkat rujukan (referensi), seperti tingkat deforestasi, mampu meningkatkan integritas dan kredibilitas proyek-proyek REDD+, dan secara umum, ke depan akan mampu menarik jutaan dollar investasi . Mungkin butuh waktu sekitar 10 tahun untuk menunjukkan hasil tersebut. Hal itu dikemukakan para pembicara dalam event GFOI tersebut yang menghadirkan para ahli-ahli di tingkat global untuk bersama berbagi temuan ilmiah terkait keefektifan proyek-proyek karbon hutan.

Menurut Kevin R. Brown, standar-standar untuk “REDD+ berintegritas tinggi” dapat memasukkan evaluasi garis batas dasar (baseline) yang belum diketahui namun mungkin terjadi, kemampuan mutakhir terkait penginderaan jauh, memperhatikan integritas atmosfer, kebocoran, dampak terhadap keanekaragaman hayati (kehati) dan keadilan. Brown adalah peneliti global tentang standar-standar teknis untuk REDD+ dan solusi berbasis-alam pada Wildlife Conservation Society.

Erin Sills, seorang rekanan senior di CIFOR-ICRAF dan North Carolina State University menandaskan, bahwa sistem-sistem untuk evaluasi dampak dan penghitungan untuk kredit karbon dibuat untuk tujuan-tujuan yang berbeda-beda. Namun demikian, tambahnya, temuan-temuan dan metode-metode dari evaluasi dampak dapat digunakan untuk merancang sistem penghitungan yang “memaksimalkan insentif dan untuk memaksimalkan pengurangan deforestasi”.

Menurut Pham, di samping fokus pada kredit karbon hutan dan pasar, mekanisme pembagian manfaat juga harus diperhatikan. Hal itu disampaikan Pham pada diskusi tentang tantangan dan solusi yang memiliki prospek untuk bergerak maju menuju kredit karbon hutan berintegritas tinggi.

“Kita perlu pembagian manfaat yang berkeadilan, demikian juga kita perlu keterlibatan komunitas lokal untuk memastikan kesetaraan dan keadilan juga menjadi pertimbangan,” ujarnya.

“Di saat kita melihat banyak kemajuan dan banyak pembicaraan tentang bagaimana untuk meningkatkan metodologi untuk mengevaluasi kredit karbon, jika dibandingkan, saya rasa kemajuan dalam hal manfaat non-karbon justru amat lambat.”

   Para ahli membahas pertanyaan seputar mitigasi perubahan iklim berbasis hutan di acara GFOI. Foto oleh: Levania Santoso/CIFOR-ICRAF

Sven Wunder menyatakan, pendanaan yang memadai masih menjadi hambatan serius dan secara keseluruhan REDD+ selama ini mengalami kekurangan-pendanaan, terutama program-program REDD+ nasional. Wunder menjadi moderator sesi diskusi dan merupakan rekanan senior CIFOR-ICRAF. Wunder menambahkan, proyek-proyek pendukung juga dapat menggunakan dana mereka agar lebih efektif dengan mengarahkannya ke area-area paling berisiko-sesuatu yang menurut temuan penelitian akhir-akhir ini jarang terjadi. Wunder juga aktif pada European Forest Institute (EFI).

Dia mengatakan, “REDD+ akan lebih berdampak pada konservasi hutan jika intervensi ini diarahkan secara lebih luas secara spasial dalam memilih untuk memulainya pada wilayah-wilayah di mana deforestasi menjadi masalah, daripada wilayah-wilayah yang “tinggi dan jauh” di mana masalah kehilangan hutan rendah dan amat sulit untuk dimulai.”

“Dalam daerah proyek Anda, amat penting untuk memprioritaskan area-area yang diperkirakan akan menjadi wilayah paling terancam oleh deforestasi, seperti misalnya daerah yang dengan jalan, sungai, atau perkotaan.”

Pham mengungkapkan, di banyak negara, pendanaan proyek tidak dialokasikan secara adil dan tanpa kerangka kelembagaan untuk mengklarifikasi siapa pemilik hak karbon atau siapa yang tidak mendapatkan manfaat secara adil.

Dia menambahkan, “Jika Anda mau berkomitmen untuk menjaga keamanan sosial dan hasil yang adil, Anda harus menyediakan sumber pendanaan yang cukup untuk itu.” Hal itu termasuk pendanaan untuk melakukan proses-proses Padiatapa (FPIC) yang berbiaya tinggi, dengan melibatkan Indigenous People (penduduk asli atau masyarakat adat).

“Namun ternyata setelah bertahun-tahun mengimplementasikan REDD+, banyak negara masih dalam proses merancang mekanisme terkait penerima keuntungan.”

Sebagian besar dana untuk yurisdiksi REDD+ selama ini datang dari anggaran bantuan internasional. Banyak negara-negara berkembang sekarang mempertanyakan proporsi pendanaan untuk program-program iklim dari total pengeluaraan untuk bantuan pembangunan (ODA –Official Development Assistance). Hal itu dikemukakan oleh Arild Angelsen, rekanan peneliti senior CIFOR-ICRAF yang menegaskan tentang sejarah kredit REDD+ dan pasar karbon.  Menurut dia, sekitar sepertiga dari bantuan pembangunan dialokasikan untuk proyek-proyek terkait iklim.

“Muncul keprihatinan bahwa iklim (sebagai isu) telah tumbuh terlalu besar dan menjauhkan sumber daya-sumber daya dari pengurangan kemiskinan secara langsung-meskipun, iklim yang stabil juga penting untuk memerangi kemiskinan di masa depan,” ujar Angelsen, profesor pada School of Economics and Business di Norwegian University of Life Sciences (NMBU).

Para panelis menyampaikan bahwa dukungan dari para ilmuwan amat dibutuhkan dalam:

  • metodologi dengan pendekatan pendanaan-efektif untuk membuat garis dasar batas (baseline) yurisdiksi untuk degradasi yang tidak terencana, pemanfaatan teknologi baru dan yang sedang berkembang;
  • pemodelan spasial risiko deforestasi untuk membuat baseline dan sasaran-sasaran intervensi yang lebih baik;
  • mengakses berbagai bentuk kebocoran dengan pembiayaan yang efektif termasuk mengukur hal-hal yang dipertukarkan (trade-offs) antara pendekatan yang sederhana dengan pendekatan yang kompleks dan mahal dari pendekatan lokal.

Wunder mengatakan, para pendukung dana yang terlibat dalam yurisdiksi REDD+ juga sebaiknya berinvestasi dalam evaluasi dampak. Hal ini belum pernah ada. Dengan kegagalan para hal tersebut, artinya, pada beberapa tahun ke depan “kita akan kembali ‘garuk-garuk kepala’ untuk mengetahui program-program apa yang berhasil dan tidak berhasil, dan mengapa demikian.”

Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini, silakan kontak Pham Thu Thuy melalui t.pham@cifor-icraf.org.

The post Menanggapi Pandangan Luas tentang Kredit Karbon Hutan sebagai Kunci Sukses Mitigasi appeared first on CIFOR Forests News.


See the rest of the story at mysite.com

Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
Lecciones y recomendaciones para la implementación de salvaguardas REDD+ en Perú
Por qué los árboles en las chacras benefician a las personas y a la naturaleza
Memahami Bentuk Kekuatan Tersembunyi, Nyata dan Samar dalam Tata Kelola Lingkungan


source https://forestsnews.cifor.org/83143/menanggapi-pandangan-luas-tentang-kredit-karbon-hutan-sebagai-kunci-sukses-mitigasi?fnl=enid

Post a Comment

Previous Post Next Post