Selama beberapa tahun terakhir, transformasi bertahap telah terjadi di beberapa bagian lanskap Indonesia.
Di Kalimantan Timur, misalnya, yang dahulu tanahnya mengalami degradasi dan kekurangan nutrisi untuk mendukung kehidupan, sekarang burung, serangga, lebah, dan kupu-kupu mulai menemukan kembalinya habitatnya.
Mereka tertarik pada pohon yang baru ditanam dan kemudian berbunga dan berbuah di Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto di Universitas Mulawarman, di mana pohon tropis yang berpotensi sebagai sumber bioenergi, nyamplung (Calophyllum inophyllum) tengah diuji.
Spesies nyamplung sedang dalam percobaan sebagai alternatif biodiesel potensial untuk merestorasi lahan gambut terdegradasi di bawah pendekatan agroforestri cerdas iklim yang didirikan oleh para peneliti bersama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF) yang bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, lembaga penelitian Universitas Muhammadiyah di Palangkaraya dan Universitas Sriwijaya, serta National Institute of Forest Science (NIFoS) di Korea Selatan.
Spesies seperti pongamia menjadi menarik karena tumbuh baik dalam kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan dapat menghasilkan minyak dalam jumlah besar dari bijinya.
Riset yang melibatkan energi biomassa dijelaskan dalam sebuah buku yang diluncurkan di Kongres Kehutanan Dunia di Seoul berjudul Bioenergi untuk Restorasi Lanskap dan Mata Pencaharian: Menciptakan Ekosistem Cerdas Energi pada Bentang Alam yang Terdegradasi oleh ilmuwan CIFOR-ICRAF Himlal Baral, Profesor Budi Leksono dari Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Mihyun Seol, yang juga berafiliasi dengan NIFoS.
Di Indonesia, sekitar 40 persen dari populasi negara yang berpenduduk 280 juta orang, tidak memiliki akses listrik yang andal, sebagian karena tantangan distribusi di seluruh nusantara yang terdiri dari 17.000 pulau – dan hanya 9.000 di antaranya yang berpenghuni.
Buku ini merinci berbagai elemen dalam upaya penelitian skala besar yang mendukung ambisi Indonesia untuk menyediakan energi bagi seluruh penduduknya – hampir seperempatnya harus berasal dari sumber energi baru dan terbarukan pada tahun 2025 – di bawah Kebijakan Energi Nasional. Biomassa diklasifikasikan sebagai sumber daya terbarukan jika laju konsumsinya tidak melebihi laju regenerasinya.
“Jika dikembangkan dan diterapkan secara efisien menggunakan teknik pertanian cerdas iklim, perkebunan bioenergi memiliki kapasitas untuk memulihkan lahan terdegradasi, sekaligus meningkatkan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan, dan memberi manfaat bagi mata pencaharian pedesaan,” kata Baral.
“Kami percaya bahwa pemanfaatan buah-buahan, kacang-kacangan, dan biomassa untuk energi dapat mengimbangi investasi awal yang diperlukan untuk restorasi sambil menawarkan manfaat tambahan seperti regulasi iklim dan keanekaragaman hayati.” tambah Leksono.
Restorasi lahan dianggap sebagai komponen kunci untuk mengatasi masalah lingkungan sistemik, termasuk perubahan yang disebabkan oleh perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, penggurunan, dan kekeringan. Pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi, dan permintaan telah menyebabkan peningkatan konversi hutan untuk penggunaan lahan lain di daerah tropis.
Memulihkan lahan dengan tanaman bioenergi adalah konsep yang relatif baru dan buku ini menyatukan berbagai studi yang dilakukan selama enam tahun terakhir, yang menggambarkan praktik, bimbingan, pemantauan, dan pembelajaran saat ini.
Buku ini menampilkan bab-bab yang berfokus pada analisis kebijakan, penilaian geospasial untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan, persepsi petani, dan detail spesifik spesies yang berguna bagi pengelola lahan, perencana, dan pembuat kebijakan.
Manfaat sosial ekonomi dan lingkungan dari produksi bioenergi berbasis nyamplung dalam sistem agroforestri padi, jagung, kacang tanah, dan madu juga menjadi bahasan. Penelitian budi daya bambu dan manajemen perkebunan juga turut dijelaskan.
Survei menyeluruh dilakukan menggunakan analisis spasial, yang memperkirakan luas lahan tersedia di kawasan terdegradasi di Indonesia, mencakup produksi, model pertumbuhan, dan potensi stok karbon. Buku ini juga menawarkan panduan tentang kondisi yang memungkinkan, kebijakan, pembiayaan, dan insentif.
“Bukti yang disajikan mengakui kelangkaan lahan dan kebutuhan produksi biofuel untuk menghindari persaingan dengan pertanian dan ekspansi ke kawasan hutan, sebuah skenario yang menguntungkan manusia dan planet ini,” kata Robert Nasi, Direktur Pelaksana CIFOR-ICRAF.
“Menumbuhkan biomassa untuk energi di lahan yang terdegradasi adalah strategi penggunaan lahan yang penting, yang memperhitungkan potensi untuk meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan produksi pertanian, pendapatan, dan keanekaragaman hayati sambil mendukung tujuan iklim serta pembangunan berkelanjutan.”
Investigasi keanekaragaman hayati makrofauna tanah dan perubahan pola fauna tanah di lahan gambut yang terbakar yang direstorasi dengan perkebunan tanaman bioenergi juga terungkap.
Buku ini memuat dimensi manusia, menawarkan wawasan serta rekomendasi untuk melibatkan pemilik lahan dalam pengembangan tanaman bioenergi sekaligus memulihkan lahan terdegradasi.
Aspek praktis produksi bioenergi juga dieksplorasi, termasuk metode untuk mengekstraksi minyak dari biji nyamplung.
Riset terkait gasifikasi biomassa dan sistem pembangkit listrik berbasis biomassa untuk elektrifikasi di daerah pedesaan yang tidak dapat diakses juga diusulkan dan dievaluasi.
“Dalam kondisi yang tepat, dua tujuan restorasi lahan dan produksi bioenergi tidak bertentangan, tetapi sinergis, poin yang dibuat buku ini dengan sangat baik,” kata Vincent Gitz, Direktur Program dan Platform di CIFOR-ICRAF. “Akan sangat berguna bagi berbagai pemangku kepentingan di sektor lahan dan energi untuk memperluas agenda modern dan ekologis.”
The post Membangun Ekosistem Biomassa di Lahan Terdegradasi appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Experts map matrix of certification standards at World Forestry Congress
“Existential threats,” harsh warnings and hope in U.N. Global Land Outlook
Q+A: Paolo Cerutti on Congo Basin in State of the World’s Forests report
source https://forestsnews.cifor.org/77353/membangun-ekosistem-biomassa-di-lahan-terdegradasi?fnl=enid