Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) mengadakan sebuah acara baru yang disebut ‘Partner Day’ di Science Week edisi 2023 pada 10 Mei 2023.
Science Week, sebuah acara tahunan, menyatukan staf CIFOR-ICRAF dari seluruh dunia untuk bertukar pengetahuan dan wawasan tentang isu-isu global penting sesuai lingkup tugasnya. Tema tahun ini, ‘Kesetaraan dalam Aksi’, memberi kesempatan unik untuk belajar mengenai komitmen CIFOR-ICRAF terhadap kesetaran dan inklusi serta bagaimana bekerja dalam mengatasi tantangan ketidaksetaraan global dalam kolaborasi bersama komunitas, mitra, dan pemerintah.
Pembukaan Partner Day merayakan kontribusi kerja CIFOR-ICRAF bersama para mitra mewujudkan transisi dan transfomasi berkeadilan di Indonesia. Hal tersebut dipamerkan dan tercermin dalam sejumlah pencapaian hingga saat ini, mengeksplorasi cara-cara menyempurnakan kemitraan dan mengidentifikasi wilayah baru untuk kolaborasi di masa mendatang.
“Kemitraan yang terbangun, menjadi kekuatan melalui hubungan personal, pertemanan dan inovasi. Di sini kita semua teman, kita semua adalah mitra dan kita bekerja untuk masa depan,” kata Robert Nasi, Direktur Operasi (COO) CIFOR-ICRAF dalam sambutannya yang menekankan signifikansi dari kerja CIFOR di Indonesia untuk sektor kehutanan global.
“Untuk memastikan keberlanjutan, mengatasi konflik antargenerasi, dan membangun sistem sosial yang mendukung pembuatan keputusan dengan menimbang manfaat bagi generasi berikut sangat penting,” kata Arif Satria, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB University) – salah satu mitra strategis CIFOR-ICRAF yang terlibat dalam proyek kolaboratif untuk mempromosikan ilmu keberlanjutan – dalam pidato utama.
IPB merupakan bagian dari konsorsium Trade Hub yang dipimpin oleh CIFOR-ICRAF di Indonesia. Trade Hub bertujuan mempromosikan perdagangan berkelanjutan dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani kecil di sektor kelapa sawit, jelas Satria. Ia menambahkan bahwa aktivitas IPB termasuk peningkatan kapasitas, penguatan program, dan pengembangan produk pengetahuan.
Ary Sudijanto, Direktur Jenderal Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (ASEFI), mengakui kolaborasi yang sudah berjalan lama antara pemerintah Indonesia dan CIFOR-ICRAF dalam menjawab tantangan dan meningkatkan sektor kehutanan negara. “Bentuk kerja sama yang dilaksanakan tidak hanya penelitian, tapi juga peningkatan kapasitas, informasi, dan pertukaran keahlian,” katanya. “Lokus kerjasama meliputi beberapa wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia.”
Dia mencantumkan beberapa aktivitas utama yang telah dihasilkan dari kemitraan, termasuk pengembangan Sistem Penghitungan Karbon Nasional Indonesia (INCAS), Proyek Penghidupan Berkelanjutan Bebas Kabut Asap (HFSLP), Program Adaptasi dan Mitigasi Lahan Basah Berkelanjutan (SWAMP), peningkatan tata kelola, kebijakan dan penataan kelembagaan untuk Skema Mitigasi Iklim REDD+ Dukungan PBB dan Badan Nasional Studi Komparatif Global tentang REDD+.
Kolaborasi perencanaan regional pertumbuhan hijau
Dalam sebuah panel yang fokus pada mempromosikan pertumbuhan hijau untuk meningkatkan ketahanan pangan dan penghidupan, para pembicara mengeksplorasi berbagai strategi dan inisiatif pertumbuhan hijau yang sedang dilaksanakan dengan dukungan penelitian yang dilakukan dalam kemitraan dengan CIFOR-ICRAF. Para mitra berbagi pengalaman dalam mengimplementasikan pendekatan menuju penggunaan dan pengelolaan lahan berkelanjutan, peningkatan ketahanan pangan dan penghidupan.
Regina Ariyanti, Kepala Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) Sumatra Selatan, berbagi wawasan tentang kolaborasi antara pemerintah provinsi dan CIFOR-ICRAF dalam menyusun rencana utama pertumbuhan hijau di provinsinya. Dia mengingat kembali bagaimana kemitraan dimulai ketika Sumatra Selatan dilanda kebakaran hutan parah pada 2015. “ICRAF menghitung kehilangan [karbon] akibat kebakaran hutan di provinsi dan membantu menangani sejumlah tantangan besar, karena Sumatra Selatan menyumbang banyak asap dan kabut pada saat itu.”
Saat ini salah satu inisiatif untuk mengurangi emisi adalah proyek REDD+ provinsi. Provinsi mendapat tantangan dari presiden untuk menjaga pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pengurangan emisi. Ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi 7% harus diraih berdampingan dengan pengurangan emisi 29%, dengan tambahan kontribusi 41% dari negara lain, kata Ariyanti.
Panel restorasi dan perdagangan
Pada sore, Partner Day dibuka oleh panel tentang restorasi bentang alam, dengan fokus khusus pada ekosistem kaya karbon seperti lahan basah – termasuk lahan gambut dan hutan mangrove – yang menghadapi tekanan signifikan untuk dikonversi ke penggunaan lain. Memulihkan ekosistem ini sangat penting dalam mitigasi perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut. Panel membahas langkah-langkah mitigasi dan adaptasi, menyoroti potensi mereka untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat lokal.
Panel terakhir pada hari itu berfokus pada perdagangan dan peraturan baru anti-deforestasi UE. Blok perdagangan ini mengeluarkan regulasi baru untuk mencegah perusahaan memperdagangkan komoditas yang terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan di dalam atau dari UE. Sesi ini berfokus pada navigasi regulasi baru, implikasi, dan jalan ke depan untuk perdagangan global, lingkungan, dan petani kecil. Wawasan dibagikan dari negara konsumen dan produsen, organisasi masyarakat sipil (CSO) dan organisasi penelitian, dengan menyoroti minyak sawit dan kayu sebagai studi kasus.
Secara keseluruhan, Partner Day memberikan kesempatan kepada CIFOR-ICRAF untuk menyajikan dan merefleksi upaya mengatasi tantangan global ketidaksetaraan – fokus utama dari strategi 2020-2030. Acara ini berfungsi sebagai wahana untuk merayakan kemitraan yang ada, mendiskusikan cara untuk memperkuatnya, dan mengidentifikasi area baru untuk kolaborasi di masa mendatang.
The post CIFOR-ICRAF menjadi Tuan Rumah Pembukaan Partner Day pada Science Week 2023 appeared first on CIFOR Forests News.
See the rest of the story at mysite.com
Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
Cinco preguntas (y reflexiones) por el Día Mundial del Medio Ambiente
Addressing expanding concerns over forest carbon credits key to mitigation success
Se necesitan datos de campo para comprender mejor a las turberas tropicales más grandes del mundo
source https://forestsnews.cifor.org/83034/cifor-icraf-menjadi-tuan-rumah-pembukaan-partner-day-pada-science-week-2023?fnl=enid