Langkah Menjanjikan Restorasi Gambut Berbasis Masyarakat

Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) bersama sejumlah mitra melakukan lokakarya untuk mendiseminasikan pengembangan sejumlah model pencegahan kebakaran dan restorasi berbasis masyarakat menunjukkan potensi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan melalui pemilihan komoditas dan adopsi praktik ramah gambut.

Bersama Pemerintah Kabupaten Siak, Pusat Studi Bencana Universitas Riau (PSB UNRI), dan Sedagho Siak, CIFOR-ICRAF menyelenggarakan Lokakarya Kebijakan dan Proyek di Kabupaten Siak, Riau, pada 6 Juni 2023. Lokakarya ini merupakan bentuk penyampaian dan implementasi pengembangan model-model pencegahan kebakaran dan restorasi gambut berbasis masyarakat yang telah dilaksanakan sejak tahun 2021 di Kampung Ara Permai dan Kampung Penyengat, Kabupaten Siak.

“Melalui lokakarya ini, kami berharap dapat mendiseminasikan praktik dan pembelajaran restorasi gambut dan pencegahan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) berbasis masyarakat,” kata Agus Andrianto, Peneliti CIFOR-ICRAF dalam pembukaan lokakarya. “Kami juga tengah mengembangkan panduan atau toolbox dari proses yang ada untuk mendapat masukan dari peserta lokakarya.”

Lokakarya ini dihadiri oleh Kepala Bappeda Kabupaten Siak sekaligus Kepala Sekretariat Siak Hijau, Wan Muhammad Yunus. “Ini merupakan kerja panjang dan tidak bisa diwujudkan dalam waktu singkat. Saat ini kita telah melakukan finalisasi aksi daerah untuk membagi pekerjaan, namun tentu diperlukan penyesuaian dengan kebijakan daerah sesuai porsinya,” jelas Wan Muhammad dalam pembukaannya.

Kepala Bappeda Kabupaten Siak dan Kepala Sekretariat Siak Hijau, Wan Muhammad Yunus dalam pembukaannya. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

Lokakarya dimulai dengan sesi paparan dan tanggapan oleh Peneliti CIFOR-ICRAF, Dyah Puspitaloka yang menjelaskan tentang pengembangan Tool (panduan) 1 dan 2 terkait pelibatan masyarakat dan Riset Aksi Partisipatif (RAP) untuk pencegahan karhutla dan restorasi gambut. “Riset Aksi Partisipatif (RAP) telah memenuhi paradigma baru dan dapat diimplementasikan dalam pendekatan Adaptive Collaborative Management (ACM),” papar Puspitaloka dalam presentasinya.

Puspitaloka menjelaskan bagaimana implementasi Riset Aksi Partisipatif (RAP) dilaksanakan yaitu melalui melalui refleksi dan ko-elevasi, ko-kreasi dan perencanaan, tindakan terhubung, pemantauan, dan pembelajaran bersama.

Besta Junandi dari Sedagho Siak dan Lila Juniyanti, Konsultan Peneliti CIFOR-ICRAF dan Peneliti Ahli Muda Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melanjutkan sesi paparan dengan menjelaskan Tool 3 yang terkait dengan pembelajaran dari aksi restorasi gambut berbasis masyarakat.

Dalam paparannya, Besta Junandi dan Lila Juniyanti menyoroti poin-poin penting dari pembelajaran yang dihasilkan, yaitu komitmen dan strategi, praktik pengelolaan gambut dan kearifan lokal, kolaborasi para pihak, inovasi terkait pencegahan karhutla, restorasi gambut, serta pengembangan mata pencaharian.

Sesi paparan pada Lokakarya Kebijakan dan Proyek di Siak, Riau. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

“Terdapat beragam praktik pengelolaan berbasis masyarakat yang didasarkan pada kearifan lokal,” jelas Lila Juniyanti. “Praktik baik yang telah diimplementasi untuk mengelola lingkungan secara berkelanjutan perlu diadopsi secara luas melalui kolaborasi para pihak,” tambahnya.

Peneliti Senior CIFOR-ICRAF, Beni Okarda melanjutkan sesi paparan dengan mempresentasikan pengembangan Tool 4 tentang pemantauan kebakaran dan restorasi gambut berbasis teknologi informasi oleh masyarakat. Dalam sesi ini, Beni Okarda menekankan bahwa kriteria dan indicator pemantauan harus diamati secara teratur dalam periode tertentu, yang dalam hal ini pada periode tahunan atau semester.

Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan tolak ukur keberhasilan yang telah ditentukan. “Kami memanfaatkan aplikasi CBRMS (Community-Based Restoration Monitoring System) dalam alur sistem pemantauan yang dimulai dari tingkat tapak dan masyarakat lokal,” jelas Beni Okarda. “Informasi dan kemajuan pemantauan yang didapat kemudian dapat diakses melalui aplikasi.”

Dalam upaya pemantuan yang dilakukan, data dikumpulkan dari masyarakat di tingkat tapak melalui aplikasi CBRMS, diunggah dan tersimpan dalam sistem berbasis cloud, dan kemudian diproses melalui spatial database API. Informasi ini dapat diakses melalui komputer maupun smartphone dan dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan serta dapat menampilkan kemajuan pemantauan.

Beberapa aspek pemantauan lahan gambut yang telah dilakukan oleh tim peneliti di antaranya pengukuran tinggi muka air, kelembaban tanah, dan tingkat subsiden tanah dengan frekuensi pemantauan setiap minggu. Beberapa aspek dalam pemantauan penanaman pohon juga dilakukan, di antaranya yaitu pemantauan jenis, tanggal tanam, tinggi pohon, serta diameter yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali.

Proyek penelitian di Kabupaten Siak menjadi model pendekatan berbasis masyarakat yang dapat diadaptasi dan diimplementasikan dalam konteks yang beragam. Dengan menyebarluaskan hasil penelitian, pembelajaran, dan praktik terbaik, kegiatan ini dapat menginspirasi dan memberdayakan masyarakat, organisasi, dan elemen masyarakat lainnya untuk mengambil tindakan dan mengadaptasi strategi yang berhasil. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman berkontribusi pada pengembangan jaringan pemangku kepentingan yang lebih luas serta komitmen untuk pencegahan karhutla dan restorasi lahan gambut.

Dengan melibatkan masyarakat, peneliti, perumus kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya, lokakarya ini berkontribusi dalam membangun ketahanan dan memupuk kolaborasi untuk tindakan lebih lanjut menuju pengelolaan lahan berkelanjutan, pencegahan karhutla, dan restorasi gambut di Provinsi Riau dan sekitarnya.

The post Langkah Menjanjikan Restorasi Gambut Berbasis Masyarakat appeared first on CIFOR Forests News.


See the rest of the story at mysite.com

Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
Congo Basin states scramble to restore degraded forests
Conférence sur la prise en compte du contexte local lors de la mise en œuvre des mesures REDD+
Kuliah Tamu: Mempertimbangkan Konteks Lokal dalam Implementasi Kebijakan REDD+


source https://forestsnews.cifor.org/84170/langkah-menjanjikan-restorasi-gambut-berbasis-masyarakat?fnl=enid

Post a Comment

Previous Post Next Post