Sertifikasi Pertama untuk Inisiatif Ramah Biodiversitas Segera Diluncurkan

Ikrar penanaman pohon meluas secara global, menelurkan solusi ‘asal pohon murah’ untuk perubahan iklim. Hal ini seringkali justru lebih merugikan dibanding manfaatnya dari perspektif biodiversitas, karbon, dan lahan. Merespon hal ini, komunitas botani global bersiap meluncurkan sertifikasi pertama di dunia untuk mengakui inisiatif manajemen lahan yang meningkatkan — alih-alih menurunkan — biodiversitas seraya menyerap karbon dan berkontribusi pada penghidupan yang resilen.

Pada konferensi perubahan iklim tahunan PBB (COP28), Direktur Sains Kew Royal Botanic Gardens Alexandre Antonelli mengumumkan bahwa Standar Biodiversitas Global, yang disusun sejak COP26 diharapkan diluncurkan pada paruh-2024. Tujuannya adalah untuk secara spesifik mengakui dan mendorong perlindungan dan peningkatan biodiversitas pada inisiatif manajemen lahan seperti penanaman pohon, restorasi habitat, dan pertanian.

Standar metodologi penilaian telah dikembangkan oleh Konservasi Taman Botani Internasional (BGCI), jaringan konservasi tanaman terbesar di dunia, berkolaborasi dengan mitra teknis, seperti Perhimpunan Restorasi Ekologis serta Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). Buku manual berisi seluruh spesifikasi teknis akan segera dipublikasikan.

“Standar Biodiversitas Global merupakan satu perangkat yang kuat dalam mengejar kualitas proyek restorasi dan mengatasi laju ekspansi kelemahan desain skema penanaman pohon yang mempercepat penurunan biodiversitas,” kata Antonelli, yang mencatat bahwa sertifikasi yang ada mengizinkan penanaman spesies invasif dan gagal memberi insentif besar untuk menanam spesies asli atau spesies terancam punah.

Dengan mendorong penanaman masif pohon non-asli, lanjutnya, maksud baik inisiatif bahkan membahayakan spesies dan ekosistem dengan memasukkan hama dan penyakit baru serta menghabiskan sumber air.

Keberlangsungan spesies pohon asli dan terancam menjadi masalah bagi integritas ekosistem dan jasa yang diberikan pada manusia, seperti polinasi. Contohnya, satu pohon oak menyokong siklus hidup 2.300 spesies mamalia, burung, serangga, jamur, lumut dan tanaman lain.

Secara global, sedikitnya satu juta spesies bergantung pada spesies pohon tertentu untuk hidup, namun 30 persen spesies pohon di dunia terancam punah.

Pohon tepat untuk alasan tepat

Pemerintah, pebisnis, dan lembaga nirlaba berkomitmen untuk menanam miliaran pohon pada dekade mendatang. Meskipun Antonelli mengangkat potensi besar upaya reforestasi dan restorasi, ia mengingatkan kecenderungan untuk menanam pohon murah dan cepat tumbuh: yang ia sebut, “karbon murah.”

“Kita ingin menggeser paradigma, dengan fokus pada menanam spesies yang tepat, di tempat yang tepat, dan dengan alasan yang tepat bagi bentang alam dan komunitas lebih resilien,” papar ilmuwan yang mencatat bahwa hanya 3 persen pendanaan iklim global saat ini diberikan untuk solusi berbasis alam.

Standar ini, lanjutnya, merujuk pada jaminan bagi pemerintah, pemberi dana, dan masyarakat terkait kualitas restorasi dan upaya penanaman, serta mendorong gerakan global menjauh dari solusi karbon jangka pendek yang berbasis pada sembarang pohon murah.

Kriteria teknis untuk Standar, dan metodologi penilaian dan sertifikasi lokasi, dikembangkan selama 18 bulan mulai April 2022, dan melibatkan pengujian di lebih dari 100 lokasi di enam negara (India, Kenya, Peru, Brasil, Madagaskar, and Uganda).

Standar yang telah melewati konsultasi teknis dan publik, dirancang untuk bekerja dalam ekosistem terestrial dan pesisir di seluruh level keanekaragaman, mulai dari padang rumput hingga hutan hujan, serta direncanakan untuk dikembangkan hingga laut dan air tawar di masa depan.

Lebih dari sebentuk penilaian, gagasannya adalah untuk memiliki institusi lokal yang bertindak sebagai simpul regional untuk membimbing inisiatif agar mereka mampu meningkatkan keluaran lingkungan dan sosial dalam jangka pendek dan panjang, papar Manajer Proyek Standar tersebut, David Bartholomew.

“Standar ini mencoba mendorong kemajuan ke arah sejumlah kerangka kerja yang ada seperti Dekade Restorasi Ekosistem PBB,” kata Bartholomew, yang juga mendorong penerapannya pada inisiatif pertanian dan konservasi segera setelah standar ini operasional.

Perangkat kerja

Dalam menyokong inisiatif penanaman pohon memilih ‘pohon tepat di tempat tepat’ sambil merencanakan proyek yang selaras dengan kriteria GBS serta 10 ‘aturan emas menanam pohon’, CIFOR-ICRAF telah menyusun basis data Pohon Asli Bermanfaat (GlobUNT) dan Ragam Lingkungan Pohon Global Terobservasi (TreeGOER) yang terbuka.

GlobUNT – basis data global mendokumentasikan lebih dari 14.000 spesies pohon asli dan manfaatnya – menjawab kriteria GBS untuk memaksimalkan jumlah spesies asli, menghindari potensi menanam spesies invasif, dan termasuk spesies terancam punah serta kemanfaatan bagi komunitas penanam pohon. GlobUNT juga memiliki filter yang memungkinkan pengguna mendapat rujukan (historis) atau kondisi masa depan di lokasi penanaman.

TreeGOER menyediakan informasi mengenai spektrum lingkungan bagi sejumlah besar — mendekati 50.000 spesies pohon. “Dengan pengetahuan ini, penaman dan perencana dapat memilih spesies yang tetap cocok dalam kondisi iklim masa datang – sesuatu yang sangat krusial bagi biodiversitas dan penghidupan lokal,” kata ilmuwan senior CIFOR-ICRAF Roeland Kindt. “Kebutuhan untuk memilih spesies yang sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan diakui sebagai praktik terbaik bagi restorasi ekologis.”

The post Sertifikasi Pertama untuk Inisiatif Ramah Biodiversitas Segera Diluncurkan appeared first on CIFOR Forests News.


See the rest of the story at mysite.com

Related:
Seeing from all sides: Why we need more women in science
Toucans, tapir and tortoises: Revealing the biological riches of southern Guyana
Congo Basin: Need for more funding to let ‘lungs of Africa’ breathe
Are community rights being upheld in REDD+ safeguards processes and landscapes in East Kalimantan?
Nourishing leadership: Why gender matters in development science
In DRC, Indigenous Peoples and local communities’ inclusion in REDD+ remains a work in progress
Finding common ground for community forest management in Peru
Energy transfer: How one woman scientist aims to spark enthusiasm in the next generation
Framing up the community-centred future of peatland management
For many Indigenous communities, land titles aren’t the same as tenure security
There’s a rainbow in the clouds of climate change – if we act now
Gender-based participation spurs pilot biochar industry in eastern India
The school that trees built


source https://forestsnews.cifor.org/86109/sertifikasi-pertama-untuk-inisiatif-ramah-biodiversitas-segera-diluncurkan?fnl=enid

Post a Comment

Previous Post Next Post